Indonesia sedang berada dalam fase penting menuju transisi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Salah satu langkah strategis dalam peta jalan energi nasional adalah penerapan mandatori biodiesel, yang kini telah mencapai tahap B40—yakni campuran 40% biodiesel berbasis FAME (Fatty Acid Methyl Ester) dengan 60% solar konvensional. Implementasi B40 tidak hanya bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil impor, tetapi juga mendorong pertumbuhan industri kelapa sawit domestik.
Namun, peningkatan kadar biodiesel dalam campuran bahan bakar menimbulkan tantangan teknis baru, khususnya dalam hal kestabilan bahan bakar, performa mesin, dan daya tahan infrastruktur bahan bakar. Di sinilah peran aditif menjadi krusial untuk menjamin bahwa biodiesel B40 tetap aman dan optimal saat digunakan oleh kendaraan bermotor maupun alat berat.
Apa Itu Aditif Biodiesel dan Mengapa Dibutuhkan?
Aditif biodiesel adalah zat kimia yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam bahan bakar untuk meningkatkan atau memodifikasi sifat-sifatnya. Tujuannya bisa sangat beragam, mulai dari meningkatkan angka cetane, mencegah pembentukan deposit, memperbaiki sifat pelumas, mengurangi emisi, hingga menstabilkan oksidasi.
Pada campuran B40, kebutuhan aditif menjadi lebih mendesak karena karakteristik biodiesel yang cenderung:
- Mudah teroksidasi saat disimpan dalam jangka waktu lama.
- Mempunyai titik beku lebih tinggi dari solar, sehingga rentan mengental di suhu rendah.
- Kurang stabil terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada kondisi penyimpanan tertentu.
- Cenderung meninggalkan endapan pada injektor dan sistem pembakaran jika tidak diolah dengan baik.
Jenis-Jenis Aditif yang Diperlukan untuk B40
1. Aditif Antioksidan
Oksidasi adalah musuh utama biodiesel, terutama pada campuran yang tinggi seperti B40. Proses oksidasi dapat menyebabkan terbentuknya gum dan peroksida yang merusak sistem bahan bakar. Oleh karena itu, aditif antioksidan seperti butylated hydroxytoluene (BHT) atau tert-butylhydroquinone (TBHQ) ditambahkan untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kestabilan bahan bakar selama distribusi dan penyimpanan.
2. Cetane Improver
Biodiesel umumnya memiliki angka cetane yang cukup tinggi, tetapi percampuran dengan solar bisa menurunkannya. Aditif seperti 2-ethylhexyl nitrate (EHN) digunakan untuk meningkatkan angka cetane, memperbaiki pembakaran, dan mengurangi emisi NOx serta suara knocking pada mesin diesel modern.
3. Cold Flow Improver (CFI)
Titik beku biodiesel yang tinggi bisa menyebabkan bahan bakar mengental dan menyumbat filter, terutama di daerah pegunungan atau suhu rendah. Aditif CFI membantu menjaga kelancaran aliran bahan bakar pada suhu rendah dengan menurunkan Cloud Point dan Pour Point.
4. Detergen dan Dispersan
Untuk mencegah pembentukan deposit di injektor dan ruang bakar, detergen ditambahkan dalam formulasi bahan bakar. Aditif ini bekerja menjaga kebersihan sistem bahan bakar serta membantu membubarkan partikel-partikel mikroskopik yang dapat merusak mesin.
5. Biocide
Biodiesel rentan terhadap kontaminasi mikroba (jamur dan bakteri) yang dapat tumbuh dalam tangki penyimpanan. Biocide digunakan untuk mencegah pertumbuhan organisme ini, yang dapat menyebabkan penyumbatan filter, korosi, dan degradasi bahan bakar.
Studi Kasus: Implementasi B40 dan Tantangan Lapangan
Pada tahun 2022-2024, beberapa uji jalan dilakukan oleh Kementerian ESDM bekerja sama dengan Pertamina dan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Pengujian B40 menunjukkan bahwa tanpa aditif yang tepat, performa mesin bisa menurun dan terjadi peningkatan konsumsi bahan bakar di beberapa model kendaraan diesel.
Misalnya, dalam uji coba 50.000 km menggunakan B40 tanpa penambahan CFI, ditemukan penurunan daya akibat penyumbatan filter bahan bakar. Setelah dilakukan penyesuaian dengan tambahan aditif, performa kendaraan kembali stabil dan efisiensi meningkat hingga 3%.
Estimasi Kebutuhan Aditif untuk Mandatori B40
Berdasarkan proyeksi konsumsi solar nasional sebesar 35 juta kiloliter per tahun, implementasi B40 memerlukan sekitar 14 juta kiloliter biodiesel. Jika rata-rata dosis aditif adalah 200 ppm (parts per million), maka kebutuhan aditif mencapai sekitar 2.800 kiloliter per tahun.
Angka ini berpotensi meningkat jika formulasi aditif ditujukan untuk memenuhi standar Euro 5 atau lebih tinggi, yang menuntut kontrol emisi lebih ketat dan kualitas pembakaran yang lebih bersih.
Regulasi dan Standar Teknis
Pemerintah melalui SNI (Standar Nasional Indonesia) dan Ditjen EBTKE (Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi) telah menetapkan bahwa bahan bakar biodiesel harus memenuhi persyaratan stabilitas oksidasi dan Cold Soak Filtration Test (CSFT). Kedua parameter ini mensyaratkan kehadiran aditif untuk memenuhi ambang batas minimum kualitas bahan bakar.
Selain itu, produsen kendaraan juga menetapkan standar OEM (Original Equipment Manufacturer) yang seringkali lebih ketat daripada regulasi nasional. Artinya, penyedia bahan bakar perlu memastikan bahwa formulasi B40 dengan aditif sudah lolos uji performa sesuai spesifikasi teknis kendaraan.
Implikasi Ekonomi dan Industri
Permintaan aditif yang meningkat membuka peluang industri kimia lokal untuk mengembangkan formula aditif yang sesuai dengan karakteristik biodiesel Indonesia, yang umumnya berbasis kelapa sawit. Pengurangan ketergantungan impor aditif juga menjadi aspek penting dalam membangun kemandirian energi nasional.
Di sisi lain, harga bahan bakar bisa sedikit meningkat karena penambahan aditif, namun sebanding dengan manfaat jangka panjang berupa efisiensi mesin, umur kendaraan lebih panjang, dan pengurangan biaya perawatan.
Rekomendasi Strategis untuk Pemerintah dan Industri
- Standardisasi Aditif Nasional: Mendorong penyusunan standar nasional untuk aditif biodiesel agar produsen memiliki acuan yang jelas dan konsisten.
- Insentif Inovasi: Memberikan insentif riset kepada universitas dan startup lokal dalam mengembangkan aditif berbasis bahan baku lokal.
- Sinergi Multisektor: Memperkuat kolaborasi antara Pertamina, produsen aditif, OEM kendaraan, dan pemerintah untuk menyempurnakan formulasi B40 yang kompatibel di berbagai kondisi.
- Pendidikan dan Sosialisasi: Edukasi kepada distributor bahan bakar dan bengkel mengenai pentingnya penggunaan B40 yang sudah dilengkapi aditif berkualitas.
Penutup
Penerapan mandatori B40 adalah tonggak penting dalam strategi energi nasional yang lebih bersih dan berkelanjutan. Namun keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada kuantitas biodiesel yang diproduksi, tetapi juga kualitas campuran bahan bakar yang didistribusikan ke masyarakat.
Aditif memainkan peran sentral dalam memastikan bahwa campuran B40 dapat digunakan secara aman dan efisien di berbagai jenis kendaraan dan kondisi iklim Indonesia. Maka dari itu, pemahaman mendalam dan pengelolaan kebutuhan aditif adalah langkah strategis yang tak boleh diabaikan oleh para pemangku kepentingan.
Referensi: Grinzest